HIJRAH HAKIKI, BUKAN IMITASI

Kontributor: Eva Liana

 

AMAZINGSEDEKAH.COM- Tahun hijriyah kembali berganti. Tidak terasa tahun 1445 H berlalu. Umat Islam memasuki tahun 1446 H. Seperti mengulang cerita tahun lalu, ketika setiap awal tahun baru Hijriyah, kaum muslimin menyambutnya dengan ceria dibarengi harapan berpindah dari situasi dan kondisi yang buruk ke arah yang lebih baik. Akan tetapi, kenyataannya, perubahan tersebut tidak mudah. Nasib kaum muslimin secara umum belum berubah. Masih sulit mengamalkan Islam secara menyeluruh.


Bahkan sedihnya, kita kerap mendengar alasan hijrah dijadikan dalih untuk membenarkan perilaku yang masih belum sesuai syariat. Berlindung di balik alasan “sedang berproses”, tapi ternyata tingkah laku masih begitu-begitu saja dan entah kapan mulai hijrahnya. Padahal, hijrah itu kudu ada progresnya alias ada peningkatan dan perkembangannya. 

Secara harfiah, kata “hijrah” sendiri (هِجْرَةٌ) berasal dari akar kata hajara (هَجَرَ) yang berarti berpindah (tempat, keadaan, atau sifat), atau memutuskan, yakni memutuskan hubungan antara dirinya dengan pihak lain, atau panas menyengat, yang memaksa pekerja meninggalkan pekerjaannya.

Adapun secara istilah, “hijrah” diambil dari hijrah Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam dari
Makkah ke Madinah untuk membentuk masyarakat Islam, yaitu masyarakat yang menerapkan aturan Islam secara kafah. Namun, selanjutnya, istilah “hijrah” berkembang pemakaiannya, tidak lagi sesuai dengan makna hijrah Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam

Sekarang, istilah “hijrah” hanya dimaknai sebagai perubahan dari situasi buruk ke arah yang lebih baik. Misalnya, fenomena hijrah makin marak baik di kalangan artis, milenial, maupun keluarga-keluarga muda. Ada yang hijrah secara individu, ada juga yang berkelompok atau komunitas.

Mereka hijrah dari kebiasaan negatif menjadi positif; dari kemaksiatan menjadi hidup penuh dengan suasana religius; dari hidup penuh hura-hura dalam dunia gemerlap. Juga dari kehidupan yang jauh dari patokan halal atau haram, berubah menjadi selalu dalam tuntunan ajaran Islam. Sebagian ada yang berhijrah dari tidak menutup aurat, menjadi berkerudung, berjilbab, bahkan bercadar. Ada juga yang tadinya terbelit riba, beralih pada muamalah ekonomi yang halal.

Ilustrasi aktivitas berwudhu ikhtiar bertaubat. Foto: amazingsedekah/canvapro

Sejatinya, Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam sudah mencontohkan bagaimana cara mengubah keadaan, yakni hijrah dari kemaksiatan berubah menjadi ketaatan atau bangkit melakukan perubahan, dari perilaku yang tidak Islami menjadi Islami. Artinya, kita jangan mengambil Islam dari sisi simbolnya saja atau substansinya saja, tetapi harus menyesuaikan seluruh pemikiran dan tingkah laku kita dengan Islam.

Kewajiban untuk menyesuaikan diri dengan Islam, pada hakikatnya adalah konsekuensi dari keimanan. Bukan karena hijrah--yang dengan alasan lagi berproses--baru kita terdorong mengikuti syariat. Melainkan karena menyadari bahwa semenjak kita muslim dan mukallaf, maka dimulailah hitungan amal kita. Malaikat pun mulai mencatat amal baik dan amal buruk kita.

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 208:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوا ادۡخُلُوۡا فِى السِّلۡمِ کَآفَّةً ۖ وَلَا تَتَّبِعُوۡا خُطُوٰتِ الشَّيۡطٰنِ‌ؕ اِنَّهٗ لَـکُمۡ عَدُوٌّ مُّبِيۡنٌ

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.

Dalam berhijrah, secara lebih spesifik, Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam berwasiat kepada kita:

والمهاجر من هجر ما نهى الله عنه (رواه البخاري)

Artinya: Dan orang yang berhijrah adalah orang yang telah meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah. (HR. Imam Al-Bukhari)

Wasiat Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam di atas senada dengan apa yang telah Allah wajibkan dalam surah Al-Muddatstsir ayat 5:

والرجز فاهجر

Artinya: Dan dari segala perbuatan dosa, maka hijrahlah (tinggalkanlah)

Dorongan terikat syariat dan segera berhijrah ketika terjerumus maksiyat, hendaklah juga lahir dari takutnya kita kepada ancaman Allah Subhanahu wa ta’ala dalam firmannya:

وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى

Artinya: “Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit. Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaha: 124)

Hijrah adalah momentum perubahan total. Perubahan dari kondisi yang tidak ideal menuju kondisi yang sangat ideal. Momentum itu yang harus kita refleksikan dalam diri kita, bahwa kondisi kita saat ini benar-benar tidak ideal.

Berbagai macam krisis mendera kehidupan kita. Apalagi di kalangan generasi milenial, ketika kemaksiyatan malah menjadi konten yang dibanggakan. Maka hendaknya kita, terutama generasi milenial harus berubah dan berjuang mengubah kondisi yang buruk ke kondisi yang lebih baik. Kita harus menetapkan apa tujuan kita sesungguhnya. Kalau tujuan kita Islam, tentu kita harus mengambil jalan Islam sebagai jalan perubahan.

Saat berhijrah, sudah saatnya pula kita berpaling dari masa lalu yang suram sewaktu jauh dari Islam. Pun ketika berjumpa rekan yang memilih jalan hijrah, marilah kita dukung pilihannya untuk berubah dan berhijrah. Bukannya malah diungkit-ungkit aib atau kesalahannya di masa lalu.

Seburuk apa pun seseorang di masa lalu, dia berhak bertobat dan hijrah menjadi menjadi pribadi yang lebih baik di masa depan.

Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda: "Orang bertobat dari suatu dosa seakan-akan ia tidak pernah berbuat dosa itu sama sekali." (HR. Ibnu Majah no. 4250)

ثُمَّ إِنَّ رَبَّكَ لِلَّذِينَ عَمِلُوا۟ ٱلسُّوٓءَ بِجَهَٰلَةٍ ثُمَّ تَابُوا۟ مِنۢ بَعْدِ ذَٰلِكَ وَأَصْلَحُوٓا۟ إِنَّ رَبَّكَ مِنۢ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya: "Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS An-Nahl: 119).

Dalam hadits qudsi dari Anas bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman:

يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi kemudian engkau tidak berbuat syirik pada-Ku dengan sesuatu apa pun, maka Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi itu pula.” (HR. Tirmidzi no. 3540. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Sanad hadits ini hasan sebagaimana dikatakan oleh Al Hafizh Abu Thohir)

Ilustrasi saling menguatkan dalam hijrah di jalan Allah Taala. Foto: amazingsedekah/canvapro

Teruntuk diri kita yang masih menilai orang lain sesuka hati. Marilah memperbanyak muhasabah diri lagi. Semakin banyak mengajak sahabat untuk lebih taat pada-Nya bersama di jalan Islam. InsyaAllah, jika bersama, segalanya akan terasa indah saat berhadapan dengan segala tantangan dan rintangan yang membentang. [EL]



 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekolah Baru, Semangat Baru

KISAH HIJRAH ANGELINA SONDAKH: IBU TIRI AALIYAH MASAAID ITU HAFAL 15 JUZ DALAM PENJARA

REPORTASE DISTRIBUSI MUKENA IDUL ADHA DI LOMBOK TIMUR